"SIMASKOT" Sistem Pertanian Berbasis Masyarakat Perkotaan

Selasa, 31 Oktober 2017

Usahatani Padi Sawah



Sebagai negara agraris, Indonesia harus dapat memajukan sektor pertanian untuk kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu, pertanian menjadi sangat penting disaat terjadi kekurangan pangan di beberapa daerah di Indonesia. Pertanian yang dominan adalah penghasil pangan, haruslah dikelola dengan sebaik baiknya, maka peran penyuluh pertanian sangat perlu untuk memajukan pertanian di Indonesia.

Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan keniscayaan dalam pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja dan lapangan berusaha serta mengentaskan kemiskinan. Sejarah telah membuktikan hasil gemilang atas program dan motivasi yang tinggi para PPL dalam mendukung keberhasilan pembangunan pertanian khususnya keberhasilan dalam pencapaian swasembada beras sehingga dapat merubah citra semula sebagai negara pengimpor beras menjadi negara pengekspor beras terbesar di dunia. Namun keberhasilan pencapaian swasembada beras tersebut tidak dapat dipertahankan seiring dengan penurunan kinerja dari para penyuluh pertanian

Usahatani yang bagus sebagai usahatani produktif dan efisien sering dibicarakan sehari-hari. Usahatani yang produktif berarti usahatani yang produktivitasnya tinggi. Produktivitas sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari kesatuan input. Sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan kemampuan tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto sebesar besarnya pada tingkatan teknologi tertentu.

Padi sebagai komoditas pangan utama mempunyai nilai strategis yang sangat tinggi, sehingga diperlukan adanya penanganan yang serius dalam upaya peningkatan produktivitasnya. Besarnya peranan pemerintah dalam pengelolaan komoditas pangan khususnya padi dapat dilihat mulai dari kegiatan pra produksi seperti penyediaan bibit unggul, pupuk, obat obatan, sarana irigasi, kredit produksi dan penguatan modal kelembagaan petani. Usaha peningkatan produksi dan pendapatan usahatani padi tidak akan berhasil tanpa penggunaan teknologi baru baik dibidang teknis budidaya, benih, obat-obatan dan pemupukan.

Dalam mencapai peningkatan produksi teknologi memang diperlukan dan para petani perlu mengadopsi teknologi itu. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama ke penggunaan teknologi baru yang lebih maju. Teknologi yang diterapkan dalam mendukung pembangunan pertanian Indonesia merupakan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, peningkatan mutu dan diversifikasi produk olahan di sektor hilir, baik itu untuk skala kecil, menengah, maupun besar.

Untuk sampai taraf yakin dan mau menerapkan teknologi biasanya petani harus melalui tahap tahap dari proses adopsi, seperti berikut ini:
•    Sadar dan tahu (awareness)
•    Minat (interesting)
•    Penilaian (evaluation)
•    Percobaan (trial)
•    Adopsi (adoption)

Untuk meningkatkan produktivitas usahatani padi sawah sekaligus memberdayakan petani. Departemen Pertanian (2000) melalui Program Peningkatan Ketahanan Pangan telah memberikan bantuan fasilitas penguatan modal, pelatihan dan pembinaan agar petani mau dan mampu bekerjasama dan mampu menerapkan teknologi sesuai rekomendasi dengan manajemen usahatani yang profesional.
Menurut Soekartawi (1988), adopsi terhadap suatu teknologi baru biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
  1. Tingkat pendidikan petani : Pendidikan merupakan sarana belajar yang menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi akan lebih cepat menerapkan teknologi dan melaksanakan proses adopsi.
  2. Luas lahan : Petani yang memiliki lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan inovasi daripada petani yang memiliki lahan sempit. Hal ini dikarenakan keefesienan dalam menggunakan sarana produksi.
  3. Umur : Petani yang memiliki umur yang semakin tua (> 50 tahun), biasanya makin lamban dalam mengadopsi inovasi dan cenderung hanya melakukan kegiatan kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh masyarakat setempat.
  4. Pengalaman bertani : Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah untuk menerapkan inovasi daripada petani pemula, hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih banyak, sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan untuk mengadopsi suatu inovasi.
  5. Jumlah tanggungan : Petani dengan jumlah tanggungan yang semakin tinggi akan makin lamban dalam mengadopsi suatu inovasi, karena jumlah tanggungan yang besar akan mengharuskan mereka untuk memikirkan bagaimana cara pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya sehari hari. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar harus mampu dalam mengambil keputusan yang tepat, agar tidak mengalami resiko yang fatal bila kelak inovasi yang diadopsi mengalami kegagalan.
  6. Pendapatan : Petani dengan tingkat pendapatan yang semakin tinggi biasanya akan semakin cepat dalam mengadopsi inovasi karena memiliki ekonomi yang cukup baik.
  7. Status pemilikan lahan : Pemilik pemilik tanah mempunyai pengawasan yang lebih lengkap atas pelaksanaan usahataninya, bila dibandingkan dengan para penyewa. Para pemilik dapat membuat keputusan untuk mengadopsi inovasi sesuai dengan keinginannya, tetapi penyewa harus sering mendapatkan persetujuan dari pemilik tanah sebelum mencoba atau mempergunakan teknologi baru yang akan di praktekkan. Konsekuensi tingkat adopsi biasanya lebih tinggi untuk pemilik usahatani daripada orang orang yang menyewa.
  8. Tingkat kosmopolitan : Petani yang memiliki pandangan luas terhadap dunia luar dengan kelompok sosial yang lain, umumnya akan lebih mudah dalam mengadopsi suatu inovasi bila dibandingkan dengan golongan masyarakat yang hanya berorientasi pada kondisi lokal, karena pengalaman mereka yang terbatas menyebabkan mereka sulit dalam menerima perubahan atau mengadopsi suatu inovasi. Hal ini karena mereka belum pernah mendengar atau bahkan belum mengenal informasi dengan cukup tentang inovasi tersebut.
Berkaitan dengan teknologi usahatani bahwa teknologi yang diterapkan harus memenuhi 4 kriteria, yaitu: secara ekonomis menguntungkan petani, secara teknis mudah diterapkan, secara sosial dapat diterima secara luas oleh sebagian besar petani dan tidak bertentangan dengan agama, budaya dan kepercayaan, serta ramah terhadap lingkungan.

Suatu paket teknologi pertanian akan tidak ada manfaatnya bagi para petani di pedesaan jika teknologi tersebut tidak dikomunikasikan ke dalam alam masyarakat pedesaan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di satu pihak dan perkembangan masyarakat di lain pihak telah menciptakan struktur komunikasi informasi di pedesaan menjadi sangat kompleks, sehingga dapat dikatakan bahwa akan ada perubahan secara terus menerus dalam hal cara kerja pada petani jika kepada mereka dilakukan komunikasi teknologi yang baik dan tepat.

Agar usahatani padi sawah dapat dilaksanakan dengan baik dan untuk meningkatkan produksi padi sawah maka diperlukan beberapa faktor produksi, seperti : ketersedian bibit, pupuk, pestisida, alat alat pertanian, mesin mesin pertanian, saluran irigasi, tenaga kerja dan lain-lain. Departemen Pertanian (2010) menyatakan bahwa bibit adalah tanaman yang digunakan untuk memperbanyak dan mengembangbiakkan tanaman padi sawah. Pupuk adalah bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara tanaman untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman padi sawah. Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengatasi dan membasmi hama penyakit tanaman padi sawah. Alat-alat pertanian adalah alat-alat yang digunakan pada usahatani padi sawah untuk membantu petani mengelola usahataninya. Oleh karena itu, tugas penyuluh pertanian dalam hal ini adalah membantu petani menjelaskan tentang faktor-faktor produksi tersebut agar usahatani padi sawah semakin meningkat.

Kemampuan pengelolaan suatu usahatani sangat tergantung kepada produktivitas pengelolaannya dalam bekerja, sebab kemampuan bekerja seseorang berbeda untuk setiap tingkatan umur. Umur anak, dewasa dan tua masing-masing memiliki produktivitas bekerja yang berbeda-beda. Petani yang berumur relatif muda biasanya lebih kuat, lebih agresif dan lebih tahan bekerja dibandingkan dengan petani yang berumur lebih tua. Rata-rata umur petani 40-43 tahun dengan umur termuda 22 tahun dan tertua 70 tahun.

0 komentar:

Posting Komentar

e-skm
https://goo.gl/forms/efx5MTyVdEUHW4873
e-aduan e-bantu
https://goo.gl/forms/d2ryn2Ecr9e4AQJg1

SIMASKOT

BPP LA Dalam VIDEO

Info BPP LA 2018