"SIMASKOT" Sistem Pertanian Berbasis Masyarakat Perkotaan

Minggu, 19 November 2017

PANDUAN MENANAM JAHE MENURUT PENGALAMAN PETANI

 
Pengantar Tanaman Jahe
Hingga saat ini komoditi Jahe merupakan komoditi ekspor yang banyak diminta oleh pasar, karena kegunaan jehe yang banyak seperti untuk pembuatan makanan, bumbu masak, jamu atau ramuan obat-obatan dan lain-lain sebagainya. Selain keberhasilan petani menanam jahe, petani juga mempunyai pengalaman berupa kegagalan. Sering petani tergiur menanam jahe karena pengalamannya berhasil menanam jahe dalam skala kecil, artinya petani sering berhasil menanam jahe karena jahe yang ditanam dalam skala kecil dinilai berhasil baik dari segi mutu dan harga yang berpihak pada petani, tetapi disaat petani menanam jahe dalam skala besar atau luas (hektaran) tanaman jahe petani sering mengalami kegagalan seperti busuk rimpang, umbi kecil atau tidak berkembang akibat terserang penyakit, curah hujan yang tinggi ataupun penyakit yang ditimulkan akibat kemarau yang sangat panjang dan yang sering dialami serta membuat petani menjadi merasa frustasi adalah harga jual jahe yang murah/rendah.
 
Syarat Tumbuh
Pada umumnya jahe tumbuh pada ketinggian antara 350 m – 600 m dpl dengan curah hujan antara 2000 – 4000 mm/tahun, temperatur udara antara 21ºC – 24ºC, kelembaban sekitar 80 %, kemiringan lahan antara 30º - 45º dengan sistim irigasi yang memadai.
 
Jahe mempunyai umur panen satu tahun, tumbuh pada lahan subur, gembur, berhumus, lahan berupa tegalan, bebas dari genangan air, mempunyai keasaman antara 6 – 7. Petani juga sering menanam jahe pada lahan sawah yang telah digemburkan dengan memberikan pupuk dasar komos. Biasanya untuk mengurangi resiko gagal petani menanan jahe hanya sekali pada lahan yang sama, tetapi adakalanya petani menanam jahe lebih dari sekali secara berturut-turut pada lahan yang sama dengan terlebih dahulu pada lahan penanaman tersebut tidak terdapat/ditemukan jahe yang busuk akibat  terinfeksi/diserang jamur atau bakteri.
 
Tindakan yang dilakukan petani terhadap lahan yang terinfeksi jamur, bakteri atau penyakit adalah melakukan pergiliran tanaman dengan palawija, padi atau jagung. Dari pengalaman petani menanam jahe, tanaman jahe kurang cocok pada lahan bekas penanaman tomat, jenis tanaman kacang, karena lahan tersebut meninggalkan sumber penyakit yang merusak tanaman jahe, faktor seperti inilah yang menyebabkan petani menanam jahe dengan sistim lahan berpindah-pindah dan biasanya tanaman jahe sangat cocok ditanam pada lahan bukaan atau lahan baru.
 
Bibit dan Pengadaan Bibit 
Secara umum, tanaman Jahe (Zingiber officinale) dikenal menjadi dua jenis, yaitu Jahe Putih dan Jahe Merah. Jahe putih mempunyai ciri-ciri rimpang kecil, jahe ini disebut juga dengan Jahe Empirit. Jahe merah mempunyai ciri-ciri rimpang yang besar, rasa lebih pedas, jahe ini lebih dikenal dengan nama Jahe Gajah. Jenis Jahe Gajah inilah umumnya yang sering ditanam petani serta lebih diminati oleh pasar.
 
Bibit yang baik berasal dari rimpang yang telah berumur tua (10 – 12 bulan) dengan penampilan besar, kulit mengkilap/licin, keras dan tidak mudah terkelupas serta  bebas dari  penyakit.
            
Persiapan Pembibitan yang dilakukan Petani
Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu bibit ditunaskan dengan menghamparkan bibit diatas tanah kira-kira selama 2 bulan yang selanjutnya bibit tersebut dikikis tipis untuk cepat pertumbuhan tunas. setelah itu bibit ditutup tipis dengan tanah atau jerami yang dibasahi sebagai penutup, selanjutnya disiram dengan air hingga kondisi bibit/hamparan dirasa lembab.
           
Bakal bibit dipotong/kopek bagian per bagian, rimpang yang digunakan sebagai bibit adalah  yang mempunyai 2 – 3 mata tunas. Pengalaman petani, ujung rimpang bibit tidak ditanam  karena tunas tersebut relatif  muda dan lebih mudah diserang hama/penyakit. Ciri tunas muda adalah lunak atau lembek. Untuk menghindari/memberantas sumber hama-penyakit ada pada bibit serta untuk mempercepat pertumbuhan bibit setelah ditanam, bibit yang telah dipilih tersebut direndam satu malam menggunakan pupuk-pestisida selaras alam dalam ember yang selanjutnya ditiriskan.
 
Perlakuan Petani tentang Persiapan lahan dan Penanaman Jahe
Satu bulan menjelang tanam, lahan digemburkan/mencangkul dengan kedalaman kurang lebih 30 cm dan sekaligus melakukan pembersihan lahan dari sisa akar tanaman pengganggu (gulma: lalang atau jenis tumbuhan lain).
 
Ada dua metode petani menanam jahe ;
1. Metode menanam sistim menggunakan bedengan; Caranya, menimbun tanah berbentuk bedengan dengan ukuran kurang lebih 80 – 100 cm yang panjang dan arahnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Pada bedengan yang dibentuk disisi pupuk kandang/kompos bokhasi yang selanjutnya ditutup dengan tanah. Jarak antar masing-masing bedengan antara 40 – 50 cm. Diantara bedengan dibuat parit dengan kedalaman kurang lebih 20 – 40 cm dengan kemiringan yang semakin menurun untuk memperlancar mengalirnya air atau menghindari terjadinya genangan air yang nantinya dapat mengakibatkan kelebihan air pada lahan dan menyebabkan busuk pada jahe.
 
Penanaman bibit dilakukan dengan menancapkan/menanam dalam bedengan secara membujur (2 baris) sepanjang bedengan dengan jarak antar bibit masing-masing sekitar 40 – 60 cm. 
 
2. Metode menanam dihamparan lahan atau sistim lubang (tanpa bedengan); Caranya,  Lahan yang disediakan digemburkan/dibersihkan dari tanaman pengganggu atau gulma yang memungkinkan sebagai sumber penyakit, selanjutnya dilakukan pemberian pupuk kandang dan bokhasi dengan cara membenamkan kedalam lahan. Kemudian lahan dilubangi sedalam 5 cm sebagai tempat penanaman bibit. Untuk menjaga kelembaban tanah dan menghambat pertumbuhan gulma, dilakukan pemberian mulsa (jerami) pada hamparan lahan sebagai penutup.
 
Perlakuan Petani Melakukan Perawatan
Pada umur dua sampai tiga minggu setelah tanam dilakukan penggantian bibit yang pertumbuhannya lambat atau yang mati dengan terlebih dahulu membersihkan lubang bekas penanaman dari tanaman pengganggu atau gulma. Tiga bulan pertama setelah penanaman (metode 1 dan 2)  dilakukan penyiangan rutin sebulan sekali dengan mencabut rumput-rumput liar dan menggunakannya sebagai mulsa, untuk mengurangi penguapan air pada tanah sekitar penanaman dan menghindari terganggunya akar jahe, penyiangan dilakukan dengan memotong (bulan mencabut) rumput-rumputan sekaligus pembumbunan tanah pada lahan karena lahan mengalami pengikisan tanah oleh air atau hujan. Selanjutnya dilakukan penyemprotan tanaman dan lahan dengan pupuk-pestisida selaras alam sekali seminggu dan pemberian pupuk kandang atau kompos dengan menanamkannya kurang lebih 1-2 kg per lubang diantara  (ditengah) tanaman sepanjang bedengan/lahan penanaman secara terus menerus.
 
Tujuh bulan setelah tanam merupakan waktu pertumbuhan maksimal rimpang, maka untuk menghindari terganggunya akar, kemungkinan masuknya sumber penyakit atau terjadinya penyebaran penyakit (terinfeksi) diantara rimpang, maka perlakuan-perlakuan yang memungkinkan dapat menyebabkan terganggunya  akar dihentikan.
 
Untuk mengetahui adanya rimpang yang mengalami infeksi penyakit, dilakukan pembongkaran beberapa rimpang secara acak, dan bila ditemukan gejala serangan penyakit dengan mengenal ciri-ciri jahe yang terserang, maka dilakukan pembongkaran/pengosongan lubang/jahe untuk menghindari penularan penyakit. dan apabila banyak yang terinfeksi serta umur jahe sudah mencapai atau lebih 5 bulan, petani melakukan pembongkaran/panen muda, biasanya tindakan ini dilakukan  untuk menghindari kegagalan total menanam jahe dengan menyadari harganya jelas sangat murah dibanding dengan jehe yang tua.
 
Cara petani mengenal jahe yang sudah tua dan Melakukan Pemanenan
Umur delapan – sepuluh bulan setelah tanam merupakan umur jahe sudah tergolong tua, selain batang, daun jahe yang mengering sebagai tanda jahe sudah tua,  petani mempunyai pengalaman khusus untuk mngetahui apakah jahe tersebut sudah tua atau belum yaitu dengan cara mengkikis tanah tempat penanaman, dan apabila sudah tercium bau khas maka jahe dipastikan telah tua.
 
Kebiasaan atau strategi petani menanam jahe adalah bermain dengan waktu untuk mendapatkan harga yang tinggi walaupun sebenarnya petani sadar akan resiko gagal akibat kemingkinan jahe terserang penyakit. Yaitu bila harga jahe mahal, patani biasanya memanen jahenya diatas umur 10 bulan (12 bulan) dengan tujuan untuk menaikkan bobot jahe. Untuk mempertahankan pnampakan jahe yang dipanen tetap mulus atau tidak rusak (terkelupas, patah) pemanenam dilakukan hati-hati dengan cara mengangkat menggunakan cangkul atau garpu yang duhujamkan ke bawah rimpang karena tanah relkatif gembur. Setelah rimpang terangkat lalu dibersihkan dari tanah yang melekat pada rimpang. Selanjutnya dilakukan pengkatan dengan menghindari terjadinya patah rimpang.
 

0 komentar:

Posting Komentar

e-skm
https://goo.gl/forms/efx5MTyVdEUHW4873
e-aduan e-bantu
https://goo.gl/forms/d2ryn2Ecr9e4AQJg1

SIMASKOT

BPP LA Dalam VIDEO

Info BPP LA 2018